Manajemen Nafsu

Di sebuah perkampungan, baru-baru ini terdengar berita heboh yang menggemparkan warga. Si Fulan yang selama ini dikenal orang baik-baik di kampung itu, rajin sembahyang dan mengaji ternyata berselingkuh dengan tetangga sebelah rumah.

Masyarakat terkejut dan kaget bukan main dengan peristiwa yang baru pertama kali menimpa kampung iu. Wajar saja dikarenakan kampung itu dikenal dengan kampung religius dimana terdapat masjid besar berdiri kokoh simbol religiusitas masyarakat setempat. Masyarakat seperti tidak percaya atas kejadian tersebut. Atas musyawarah adat, si alim dan perempuan yang melakukan perselingkuhan keduanya diusir dari kampung tersebut karena dapat menjadi aib bagi masyarakat.

Peristiwa seperti ini bagi masyarakat di perkotaan, apalagi di kota metropolitan seperti Jakarta bukan berita aneh lagi. Bagi orang kota, perselingkuhan atau bahkan hubungan sex diluar nikah, telah menjadi gaya hidup yang tidak lagi dipandang sebagai aib.

Akan tetapi, penduduk kampung yang masih memegang adat dan nilai-nilai agama, sulit untuk menerima peristiwa perselingkuhan tersebut apalagi pelaku adalah orang yang taat beragama.

Kaitan antara perilaku beragama dengan kegiatan bersenggama, sangat erat. Karena antara keduanya dapat dicarikan titik temunya di dalam nilai-nilai agama. Bahkan agama mengatur tata cara dan etika sedemikian rupa dan batasan-batasan mana yang boleh dan mana yang dilarang. Nilai dari ibadah shalat misalnya diyakini dapat mengantarkan pelakunya terhindar dari kekejian syahwatnya, “Sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”, atau ibadah puasa di dalam hadits dianggap ampuh sebagai obat penjinak nafsu seksual yang bergejolak.

Namun peristiwa lain yang pernah kita saksikan misalnya seorang guru mengaji mencabuli santrinya sendiri menandakan perilaku seksual menyimpang bisa menimpa siapa saja termasuk orang-orang yang taat beragama sekalipun. Seseorang di malam harinya rajin berzikir namun pada siang hari ia masih berzakar (baca: memainkan alat kelamin laki-laki, red), beragama tapi suka bersenggama, gemar mengaji tapi doyan menganji (baca: suka main perempuan, red).

Fenomena apa sebenarnya yang terjadi? Yasraf Amir Piliang, seorang kritikus budaya mengatakan bahwa di era kontemporer ini semuanya sudah sedemikian transparan, tidak ada rasa malu, dan tabu. “Kini gambar-gambar polos dan transparan Madonna, Michael Jackson, atau Syuga dapat memasuki sudut-sudut ruang paling terpencil di desa-desa, meracuni relung-relung hati paling polos anak-anak. Transparansi ini ironisnya justru lebih membangkitkan gairah manusia kontemporer dibandingkan tips-tips tentang moral,” katanya.

Sehingga dengan dorongan seksual yang menggoda, akan menguji sejaumana kekuatan iman seseorang. Bahkan iman seringkali tidak cukup ampuh menahan nafsu syahwat. Sebuah anekdot di warung kopi dilontarkan: Iman si kuat tapi si “amin” nggak tahan.

Sebenarnya bagaimana pandangan agama tentang hawa nafsu. Menurut agama, tumbuhnya syahwat terhadap kaum hawa merupakan anugerah dari Allah.

Menurut agama, libido tidak dapat dihancurkan ia hanya bisa dikendalikan dan diarahkan ke sasaran yang tepat. Karena seks merupakan anugerah, maka perlu disalurkan dengan tepat kepada pasangan yang sah dinikahi.

Oleh sebab itu, di dalam agama, seseorang yang telah memenuhi persyaratan untuk menikah dianjurkan untuk segera menikah karena dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan seksual. Bagi orang yang mampu menikah tapi tidak mau menikah maka ia tidak dianggap sebagai umat Nabi Muhammad saw. Sedangkan bagi seseorang yang sudah dewasa namun belum menikah dikarenakan tidak mampu nafkah, maka dianjurkan berpuasa untuk mengerem hasrat libido. Puasa adalah perisai dan obat mujarab terhadap hasrat libido karena dengan lemahnya fisik akibat tidak ada asupan makanan (energi) ke dalam tubuh.

Menurut para psikolog, dalam setiap diri kita tersembunyi hawa nafsu yang setiap saat bisa keluar. Hawa nafsu adalah hasrat untuk memperoleh kenikmatan badani (sensual pleasure). Para psikolog, sambil merujuk pada Freud, menyebutnya sebagai pusat energy yang bersembunyi dalam gudang bawah sadar kita yang bernama id. Seperti cairan panas magma dalam perut bumi, setiap saat id bisa meledak, dengan mengabaikan ego (kemampuan kita untuk melihat realitas) dan memberontak superego (norma atau aturan hidup).

Apa yang tersimpan dalam magma id? Salah satu di antaranya, dan menurut Freud yang paling penting, adalah seks. Boleh jadi seseorang yang pemalu, pendiam, sangat sopan, dan agak pengecut dalam hubungan dengan kawan lain jenis. Tiba-tiba dia “ketiban” bintang dari langit. Seorang kawannya yang cantik, seksi, agresif jatuh cinta kepadanya. Ia menarik dirinya ke tempat yang sepi, apa yang terjadi kemudian, Wallahu a’lam..

Penyair Burdah memperingatkan kita, “Dan nafsu seperti bayi, jika kamu biarkan dia, dia sangat bergairah untuk menyusu, tapi kalau kamu menyapihnya, ia akan berhenti.” Mampukah kita mengendalikan “binatang buas” yang sudah terlepas dari talinya itu? Insya Allah, mampu; dengan satu syarat, kita sudah terlatih untuk mengendalikannya. Kalau kita sudah mampu mengendalikan hawa nafsu, Kita bukan sekadar binatang menyusui. Kita sedang menjadi manusia, makhluk yang dapat bergerak jauh ke luar batas-batas tabiatnya. Kita bahkan dapat menjadi malaikat.

Ketika Yusuf a.s. berhasil menepis godaan Zulaikha, Tuhan menganugerahkan kepadanya bukan hanya kenabian, melainkan juga kemampuan memahami takwil mimpi. Pandangannya melewati batas-batas dunia lahir dan menembus jauh ke alam batin.

Berzikir (mengingat Allah) memang berfungsi membawa ketenangan, akan tetapi berzikir tidak mampu menghilangkan pikiran untuk mengingat zakar. Berzikir sebatas mengalihkan perhatian pikiran kepada hal-hal yang positif. Dengan berzikir kita akan menjaga zakar dengan menyalurkannya ke tempat yang semestinya.

Zikir itu artinya menyebut dan mengingat asma’ Allah di mana pun dan dalam keadaan apa pun termasuk berhubungan intim dengan pasangan kita. Dianjurkan dalam setiap kegiatan apa pun sebaiknya dimulai dengan zikir dan doa, begitu pula ketika berhubungan badan sebaiknya membaca doa agar terhindar dari pengaruh dan bisikan setan.

Salah satu bentuk zikir (ibadah) adalah puasa, salah satu sarana untuk mengendalikan nafsu syahwat. Sebagaimana pesan kanjeng Nabi kepada para pemuda yang belum sanggup menikah untuk banyak-banyak berpuasa.

Namun pertanyaannya kenapa seseorang yang berpuasa nafsu seksnya masih tetap kuat. Ternyata menurut Ashad Kusuma Djaya (Asmaragama Wanita Jawa, 2004), hakekat puasa bukan untuk mengekang nafsu, melainkan mengendalikan nafsu. Kedua hal tersebut jelas berbeda, yang pertama bersifat menidakberdayakan nafsu sementara yang kedua bisa dipahami sebagai peningkatan kemampuan mengendalikan.

Zakar berasal dari bahasa Arab yang berarti alat kelamin laki-laki.

Berdasarkan kajian neurologi diperoleh data dan fakta bahwa otak laki-laki dominan sekitar 99% berisi seks.

Sedangkan perempuan sebaliknya hanya 1% dan sisa yang banyak itu dominan harta atau materi.

Begitu pentingnya memelihara kemaluan, dikarenakan kemaluan merupakan alat vital (penting) yang menunjukkan eksistensi kemanusiaan. Disebut kemaluan karena apabila terlihat alat vitalnya maka seseorang akan merasa malu. Kemaluan merupakan barang suci yang tidak boleh dikotori dengan melakukan perbuatan yang menyimpang. Karena dari kemaluan manusia akan memproduksi seorang manusia yang kelak menjadi penghuni dunia.

Menurut penelitian tentang gen menunjukkan bahwa seorang anak tergantung dari gen orang tuanya, makanya Rasulullah pernah menasehati orang yang ingin menikah, “Berhati-hatilah dalam menumpahkan air manimu karena ia akan berpengaruh terhadap janinmu.” Selain itu agama mendorong manusia untuk tidak terjebak dengan kenikmatan dunia sesaat dan memfokuskan perhatian terhadap kehidupan akhirat nanti sehingga perilaku yang melanggar ketentuan agama dapat dilawan dan dikalahkan. Sahabat Ali bin Abi Thalib, pernah berkata, “Seseorang yang hanya memikirkan perut dan di bawah perut maka kualitasnya sama dengan apa yang keluar dari perut”.

Imam Ali juga berkata, “Ab’ad ma yakunul ‘abd minallah idza lam yuhimmahu illa bathnuh wa farjuh” [jarak yang terjauh antara seorang hamba dengan Allah ialah ketika urusannya hanyalah perut dan seksnya.

Tidak sedikit cerita tentang orang-orang yang berhasil menahan gejolak syahwatnya.

Alkisah, seorang pedagang kain menjaga tokonya di sebuah pasar di Baghdad. Pada suatu hari seorang perempuan cantik memilih-milih kain dan membeli banyak. Dengan pandangan menggoda, ia meminta pedagang kain itu untuk mengantarkan barang ke rumahnya.

Setelah tokonya ditutup, ia bersiap-siap untuk mengantarkannya. Mengenang kecantikan perempuan itu, ia mengganti pakaiannya dan memercikkan wewangian pada tubuhnya. Dengan semangat berkobar, sebetulnya dengan nafsu yang menggelegak, ia berjalan menuju tujuannya. Di pertengahan jalan, seperti Yusuf, ia memperoleh kilatan cahaya, “melihat bukti dari Tuhannya.” Ia sadar bahwa ia sedang bergerak dikendalikan oleh hawa nafsunya, digiring ke neraka seperti kerbau dicocok hidung. Ia dihadapkan pada dua pilihan: meneruskan antaran barang itu ke rumah perempuan itu dan jatuh pada godaan atau membatalkan antaran itu dan artinya tidak memenuhi janjinya untuk melayani pelanggan.

Ia memilih yang ketiga. Ia masuk ke dalam terowongan air kotor. Ia ke luar dengan pakaian yang kotor dan tubuh yang berbau busuk. Barang diterima, tetapi pemikul barang ditolak. Pedagang kain itu kembali ke tokonya dengan jiwa yang bersih dan roh yang harumnya semerbak. Tuhan menganugerahkan kepadanya kemampuan untuk menakwilkan mimpi. Ia menulis buku Takwil Mimpi, yang menjadi rujukan kaum Muslim selama berabad-abad. Nama pedagang kain itu Ibnu Syirin.

Imam Al-Ghazali bercerita tentang Sulaiman bin Yasar, lelaki yang terkenal paling tampan di zamannya. Bersama sahabatnya, ia berangkat menunaikan ibadah haji. Di kota kecil yang namanya Abwa, mereka beristirahat. Setelah makan bersama, kawannya berangkat ke pasar untuk berbelanja. Sulaiman duduk sendirian di kemahnya. Seorang perempuan badawi melihatnya dari atas bukit. Ia turun dan menghampirinya. Ia terpesona betul dengan ketampanan Sulaiman. Ia berkata, “Senangkan Aku.” Sulaiman mengira perempuan itu menginginkan makanan. Ia berikan semua sisa makanan yang ada. Perempuan itu berkata, “Aku bukan menginginkan makanan. Aku mau apa yang biasa dilakukan seorang lelaki pada istrinya.” “Iblis telah mengutus kamu kepadaku!,” hardik Sulaiman. Kemudian, ia meletakkan mukanya di antara kedua lututnya dan menjerit meraung-raung. Melihat itu, perempuan itu berlari kembali kepada keluarganya.

Ketika kawannya pulang, ia melihat mata Sulaiman masih sembap dan ia masih terisak-isak. Kawannya bertanya tentang apa yang terjadi. Dengan berat, ia mengisahkan peristiwa perempuan Arab gunung itu. Mendengar itu, kawannya menangis keras. “Apa yang menyebabkan kamu menangis?”

“Aku lebih pantas menangis darimu. Aku takut sekiranya aku mengalami yang kamu alami, pasti aku tidak bisa mengendalikan hawa nafsu seperti kamu.”

Keduanya menangis. Setelah sampai di Makkah, Sulaiman melakukan Thawaf, Sa’I dan menyelesaikan Umrahnya. Setelah itu ia pergi ke Hijir Ismail, duduk melonjor sampai kantuk memagutnya.

Semoga bermanfaat....

Tidak ada komentar