Mengapa Kita Tolak Cinta-Nya?

Bismillahi minal awwali wal akhiri.... 
Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala.....

Mengapa Kita Tolak Cinta-Nya?
Apa gerangan alasan kita menolak Cinta-Nya?
Padahal Dia telah melukis wajah kita menjadi begitu indah,
dan mengukir mata kita begitu bersinar?

Untuk apa kita tolak Cinta-Nya?
Padahal Dia dengan lembut menutup mata kita untuk tidur di malam hari,
dan membangunkannya di pagi hari dengan sabar...
sehingga segar jiwa raga kita?

Lalu, mengapa kita tolak Cinta-Nya?
Bukankah Dia dengan telaten telah menyediakan kita akan air,
ketika kta kehausan dan badan kita terasa kering?

Sebenarnya, apa yang mendasari kita menolak Cinta-Nya?
Padahal Dia dengan hati-hati memompa jantung2 kita,
dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh kita?

Jadi, apalagi dalih kita menolak Cinta-Nya?
Padahal Dia dengan penuh kasih menyediakan makanan bagi kita,
dan merawat kita dan memberi obat ketika kau sakit?

Kalau begitu, mengapa tak kita balas Cinta-Nya?
Yang telah memberi naungan ketika kepanasan,
dan menyarungkan selimut ketika kedinginan?

Entah apa lagi dasar pikiran kita untuk menolak Cinta-Nya?
Padahal Dialah yang telah menutup seluruh aib kita,
sehingga kita tetap merasa aman berjalan di bumi-Nya?

Apa dibenakmu sehingga kau menolak Cinta-Nya?
Padahal Dia telah meringankan bebanmu ketika kau merasa berat,
telah memperluas dadamu ketika gundah-gulana menguasaimu,
menjernihkan pikiranmu di kala ruwet?

Mengapa kita menjauhi Cinta-Nya?
Padahal Dia akan mendekat sedepa, ketika kita mendekat sehasta,
padahal Dia akan mendekati berlari, jika saja kita mau berjalan mendekati-Nya?

Mengapa, tak kita dekati Cinta-Nya?
Padahal Dia akan menerima kapanpun,
meski kita sering berpaling dari-Nya?

Bagaimana alasan kita, kita tak mendengar Cinta-Nya?
Padahal Dia selalu akan mendengar panggilan kita,
kapan dan di mana pun kita berada?

Sungguh, kau tak akan menemukan alasan apapun...
Selain kesombonganmu, keenggananmu, kebodohanmu. ..

Padahal semakin kita tolak Cinta-Nya,
semakin gelisah lah kita ,
semakin bingung kita ini....

Padahal semakin kita lupakan Cinta-Nya,
semakin kita melupakan diri kita sendiri...
semakin kita asing dengan diri kita sendiri

Sambutlah Cinta-Nya,
sekali ini saja,
Untuk selama-Nya...
Abadi Dalam Keabadian-Nya....



Doa
(Kepada pemeluk nan teguh)

Tuhanku,
di dalam termangu
aku masih menyebut-Mu
biar susah sungguh menyebut-Mu
penuh seluruh

Cahya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin
ditelan sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku,
aku mengembara ke negeri asing

Tuhanku,
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tak bisa berpaling
(Khairil Anwar, maaf jika ada yang salah)

Entah kenapa puisi ini begitu menggetarkanku, sehingga aku mengingatnya hingga kini, kata demi kata. Seolah kehidupanku dalam perjalananku menemui-Nya, diwakilkan secara keras oleh kata-kata Khairil Anwar, yang sedikit namun menghujam ke dalam jantung.

Perjalananku pada dasarnya adalah perjalanan mengingat kembali jalanku menuju asal muasalku. Seberapa pun jauh perjalan itu, aku akan ke situ, tidak ke tempat lain. Suka tidak suka. Di sanalah kampung halamanku, di sanalah semuanya bermula dan di sanalah semua berakhir... "Kepada-Nya semua akan berujung", begitu kata Al-Quran.

Namun entah kenapa, keraguan selalu menyertai perjalananku, sehingga aku sering gamang, termangu. Seolah tak tahu jalan. Seolah semua menjadi samar. Aku berusaha terus untuk menyebut nama-Nya, berulang-ulang, hingga lidah kelu, hingga badan ini remuk. Namun entah kenapa begitu sulit menyebut Dia yang sesungguhnya sangat dekat dengan sepenuh jiwa. Seolah-olah Dia sangat jauh, seolah Dia adalah sesuatu yang asing...

Seluruh jiwa, raga, helaan nafas, detak jantung adalah Cahaya-Nya yang terang benderang, tak terperi. Cahaya yang murni suci tak terhingga. Halus lembut bukan kepalang. Yang tak akan padam sedetik pun. Yang tak akan berkurang secercah pun. Bahkan ia akan semakin terang sepanjang perjalanan. Namun entah kenapa, cahaya itu sayup-sayup sampai mencapai jiwa. Seolah mudah sekali tenggelam, disapu angin semilir...

Seperti, aku seperti telah keluar dari orbit-Nya. Seolah badanku telah tercerai berai, tanpa bentuk. Karena tanpa-Nya, aku bukan apa-apa. Jauh dari Cahaya-Nya, menjadikanku tanpa makna. Hilang dalam kehampaan tak berujung.

Aku telah pergi jauh, menuju negeri-negeri antah berantah. Ke sana ke mari, tanpa ujung. Kupikir aku akan menemukan apa yang kucari. Namun yang kucari adalah fatamorgana, asing dan tak kukenal.

Kini, aku hanya bisa pasrah, menyerahkan segenap kelemahan diri.

Tuhanku aku Mengemis Cinta-Mu, di pintu-Mu.
Aku tak bisa lagi berpaling dari merindukan Cinta-Mu.

Aamiin...

Tidak ada komentar